Facebook Badge

Sabtu, 08 Desember 2012

Going Native di Dayak Iban #BlackTrail dengan National Geographic Indonesia dan L'Oreal Men Expert


Going Native di Dayak Iban
Oleh : Arifien Munandar









Perjalanan kali selama 4 hari 3 malam di Dayak Iban dalam rangkaian Program BlackTrail bersama L’Oreal Men Expert dan National Geographic Indonesia, merupakan perjalanan yang menghasilan pengalaman yang luar biasa berharga. Bagaimana kita bisa mengenal lebih dekat tentang kearifan budaya khas Iban, menyatu dengan penduduk setempat, ikut bersama dalam aktifitas mereka sehari-hari serta belajar dari nilai positif akan arti sebuah kekeluargaan dan kebersamaan. Dengan mengambil tema Going Native diharapkan memang kita bisa mengenal lebih dekat masyarakat Dayak Iban dengan mengikuti aktivitas keseharian mereka.

Suku Dayak Iban, adalah sebuah suku yang tinggal di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat.
Dari kota Pontianak ibukota propinsi Kalimantan Barat bisa ditempuh lewat jalur darat dengan waktu tempuh sekitar 15 jam, atau dengan menggunakan pesawat dari Bandara Supadio dengan waktu tempuh 1 jam.
Dari Bandara Pangsuma di Kabupaten Putussibau, kita harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil dengan waktu tempuh 2 jam.


Jalan yang mulus dan bagus, serta pemandangan perbukitan dan perkampungan khas suku dayak yang unik menghiasai perjalanan menuju Sungai Utik.

Sungai Utik itu sendiri berada di lintasan strategis berada dengan perbatasan Serawak Malaysia. Kecamatan Embaloh Hulu itu sendiri berbatasan dengan Serawak di bagian Utara dan Barat, Kecamatan Putussibau di bagian Timur, dan Kecamatan Batang Lupar di bagian Selatan.

Dayak Iban di Sungai Utik itu sendiri menempati kawasan hutan seluas 9.452,5 ha di Kabupaten Kapuas Hulu. Dan mereka mempunyai ciri khas yaitu Rumah Betang atau Rumah Panjang sebagai identitas mereka.


Rumah Betang di Sungai Utik ini mulai ditempati sejak tahun 1978 dan dibangun selama kurun waktu sekitar 5 tahun sebelumnya, sampai saat ini mempunyai panjang sekitar 150 meter dan mempunyai 28 bilik kamar atau ruangan. Setiap bilik bisa ditempati 1 sampai 3 kepala keluarga.

Sebagai pembanding, kita juga mengunjungi Rumah Betang tertua di Sungai Uluk Palin yaitu dibangun pada tahun 1938 dengan panjang 204 meter terdapat 53 bilik. Rumah Betang ini terdapat di Suku Dayak Tamambaloh yang ditempuh dengan perjalanan darat dari Kota Putussibau sekitar 1 jam perjalanan.

Rumah Betang ini sebagai bukti solidaritas dan kebersamaan antara warga, karena dalam rumah ini dengan mudah antara Tuai Adat (tetua adat), kepala kampung, tumenggung dan hulubalangnya mengadakan pertemuan rutin serta pertemuan tentang penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pak Janggut, yang merupakan salah satu Tuai Adat di Dayak Iban Sungai Utik, menjelaskan jika hutan yang mereka tinggali saat ini harus dijaga kelestariannya, karena mereka hidup dari hutan mulai dari berladang, sayur mayur dari hutan, serta ikan dari sungai yang berhulu di hutan mereka. Hutan adalah hidup mereka dan harus diturunkan kelestariannya untuk anak cucu nantinya.

Setelah melihat sendiri tentang kelestarian hutan di Sungai Utik ini, dan mengikuti aktifitas menyusuri sungai Utik menuju ke hulu, masuk ke dalam hutan dan menjumpai beberapa pohon-pohon khas dari Borneo. Salah satunya yang dominan adalah pohon kayu meranti dan kapur, tetapi banyak juga ladan, kempas, jelutung, dan gerunggang. Walaupun mereka juga mempunyai aktifitas berladang, tetapi harus diakui jika hutan disana masih sangat terjaga kelestariannya. Dan patut mendapat predikat “The last standing forest in Borneo”.
Mereka tidak tergoda oleh tawaran dan godaan materi dari investor untuk menebang kayu dan membuka ladang untuk mengeksploitasi hutan mereka.



Dan berkat ketekunan mempertahan kelestarian hutan, Lembaga Ekolabel Indonesia tahun 2008 memberikan setifikat ekolabel yaitu pengelolaan hutan lestari terhadap hutan adat di Sungai Utik, dan Sungai Utik adalah desa adat pertama yang menerima sertifikat ini.

Selain mereka mempertahan hutan sebagai salah satu tradisi mereka. Tradisi lain pun juga selalu dijaga dan dipertahankan. Dalam menyambut tamu, mereka akan menyambut dengan tarian khas Iban, tamu diarak berkeliling selama 3 kali di teras dalam Rumah Betang, dan diiringi oleh musik khas Dayak Iban.
Makanan dan minuman khas juga selalu disajikan disini, dan menu makanan yang disajikan selama kami disana pun adalah berbahan dasar dari apa yang mereka dapat dari hutan, sungguh alami dan rasanya enak sekali.

Hutan adalah bagian hidup mereka, untuk berladang, sumber air, buah dan sayuran. Hutan cadangan juga untuk kayu bakar dan tanaman obat dimanfaatkan untuk itu.

Sanitasi di dearah ini juga terjaga, mereka sudah membuat WC dan juga kamar mandi di setiap bilik. Sehingga sungai di dekat mereka tinggal bisa dimanfaatkan untuk mencari ikan, mandi dan juga membersihkan peralatan berladang.

Di akhir tahun disana sedang musim durian, sehingga sangat dengan mudah kita mendapatkan durian yang jatuh di hutan. Jangan khawatir, durian disana masih segar dan tidak membuat kepala pening. Terdapat 4 jenis durian yang kami jumpai disana, yaitu durian kuning, durian putih, durian oranye, dan satu lagi durian merah (merah di kulit duriannya). Semua memiliki rasa yang berbeda, dan tentu saja jangan ditanyai mengenai rasanya yaitu sangat nikmat dan lezat.

Dayak Iban menyadari bahwa "Hutan memberi kami air bersih, sehingga darah kami bersih. Tanah kami utuh, tanah menua dan tidak dibabat. Hutan kami menangkap karbon, gas yang beracun sehingga kami terlindung dan kami tidak terkena penyakit. Karena itulah mereka sadar ini salah satu bagian yang harus selalu ditanamkan terdahadap anak cucu mereka.

Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah saat ini adalah fasilitas penerangan, karena saat ini mereka untuk malam hari terbatas menggunakan genset. Terkait dengan harga solar yang tinggi serta jauhnya jarak untuk membelinya juga sehingga pemakaian genset itu sendiri juga sangat terbatas. Sehingga mereka harus menggunakan lampu minyak di malam harinya.
Dan juga masalah sarana telekomunikasi, disana sama sekali tidak terdapat sinyal telepon. Sehingga jika harus melakukan komunikasi melalui telepon genggam harus menuju ke puncak bukit yang berjarak sekitar 1 km dari tempat mereka tinggal.

Belajar tentang kearifan budaya Dayak Iban, membuat kita mengerti apa arti alam bagi hidup kita. Menghargai dan bersahabat dengan alam, melestarikan budaya sebagai warisan leluhur dan juga sebuah arti kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama.










Pengalaman menggunakan produk L’Oreal Men Expert

Saya sudah lama menggunakan rangkaian produk L’Oreal Men Expert ini, tidak hanya pembersih muka tetapi juga pelembab kulit muka.

Saat kemarin beraktifitas selama 4 hari 3 malam di rangkaian acara Black Trail di Dayak Iban. Kita harus berkegiatan dibawah sinar matahari langsung, berkeringat tentu saja. Melakukan off-road juga  yang mengakibatkan kulit terkena kotoran dan lumpur, menyusuri sungai utik dan masuk ke dalam hutan.
Dengan adanya pembersih muka dari L’Oreal Men Expert ini bisa membersihkan kulit wajah saya dengan maksimal setelah berakfitas tadi, apalagi kulit saya berminyak sehingga setelah dibersihkan wajah kembali segar dan kulit kembali bersih dan sehat.

Saya menggunakan pembersih muka Pure Matte Charcoal Scrub Deep Action dari L’Oreal Men Expert ini, karena sesuai untuk kulit saya yang berminyak, maksimal membersihkan kulit yang kotor setelah beraktifitas luar ruangan. Dan wajah saya bebas dari jerawat.
Dan untuk keseharian, setelah mencuci muka, saya juga memakai Mattifying Toner, cukup dibantu kapas untuk membantu mengecilkan pori-pori kulit. Serta setelah itu dilanjutkan dengan pelembab kulit atau Moisturizing Gel Pure and Mate yang melembabkan kulit selama 24 jam, membuat kulit bebas dari minyak, sehingga kita bisa beraktifitas maksimal dan untuk kesehatan kulit juga tentunya.
Semua aktifitas tadi cukup simple dilakukan, hanya membutuhkan waktu tak lebih dari 5 menit. Sehingga tidak menyita waktu banyak dan tidak ada alasan untuk melewatkannya.
Yang pasti kulit muka pria itu berbeda, pori-pori kulit lebih lebar dan permukaan kulit lebih kasar, sehingga diperlukan pembersih muka yang benar-benar sesuai untuk kulit pria.
Dan L’Oreal Men Expert salah satu produk yang benar-benar mengerti akan hal ini.
Kalau tidak kita yang merawat kulit kita sendiri, siapa lagi.
Karena kita begitu berharga.


(Photo by Detri W)

All Photo Courtesy of National Geographic Indonesia





Tidak ada komentar: